Adanya aturan hukum mengenai pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan dalam
suatu perjanjian kredit bertujuan untuk memberikan kepastian dan
perlindungan hukum bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta
benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan kredit.
Untuk
itu, praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam
kegiatan dalam kegiatan perbankan hendaknya dapat pula dilaksanakan
sesuai dengan apa yang telah diatur dalam UUHT. Permasalahan yang akan
diteliti adalah mengenai tata cara pelaksanaan pemberian kredit dengan
jaminan Hak Tanggungan pada PD BPR BKK Tengaran, serta hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak
Tanggungan beserta cara mengatasinya Dari penelitian yang dilakukan pada
PD PBR BKK Tengaran diperoleh hasil mengenai tata cara pelaksanaan
pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan yang meliputi pemberian
kredit oleh PD BPR BKK Tengaran yang menimbulkan hak dan kewajiban
antara kedua belah pihak (kreditur dan debitur).
Pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum
terhadap hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, pendaftaran Akta
pemberian Hak Tanggungan dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian hukum
antara pihak kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan dan pihak debitur
sebagai pemberi Hak Tanggungan serta mudah dan pasti pelaksanaan
eksekusinya, serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh PD BPR BKK
Tengaran dan cara mengatasinya. Hambatan-hambatan tersebut adalah
mengenai tanaha yang belum bersertifikat dijadikan sebagai jaminan
kredit cara mengatasinya adalah dengan memberikan kredit kepercayaan
(kredit tanpa jaminan) dan upaya yang dilakukan PD BPR BKK Tengaran
dalam mengatasi kredit macet antara lain dengan melakukan pelelangan
terhadap benda jaminan debitur dan restrukturisasi kredit.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil
kesimpulan yaitu kredit perbankan mempunyai peran yang sangat penting
dalam bidang perekonomian terutama praktik pengikatan jaminan kredit
dengan jaminan Hak Tanggungan yang bertujuan untuk memberikan jaminan
kepastian hukum antar kedua belah pihak.
Pembagunan di bidang
ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya
untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara kesinambungan
pembangunan tersebut, yang para pelakunya meliputi baik pemerintah
maupun masyarakat sebagai orang perorangan dan badan hukum, sangat
diperlukan dana dalam jumlah yang besar. Salah satu sarana yang
mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana tersebut adalah
Perbankan.
Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional,
telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian
dengan memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit
perbankan. Kredit perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional
yang telah banyak dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang memerlukan
dana.
Pasal 3 dan 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa
fungsi utama Perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanan pembangunan nasional
ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam menjalankan
fungsinya tersebut, maka bank melakukan usaha menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu. Dalam hal ini bank juga menyalurkan dana yang berasal dari
masyarakat dengan cara memberikan berbagai macam kredit.
Pengertian
kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan
ketentuan tersebut dalam pembukaan kredit perbankan harus didasarkan
pada persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam atau dengan istilah
lain harus didahului dengan adanya perjanjian kredit.
Perjanjian
kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah bukanlah tanpa risiko,
karena suatu risiko mungkin saja terjadi. Risiko yang umumnya terjadi
adalah risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan. Keadaan tersebut
sangatlah berpengaruh kepada kesehatan bank, karena uang yang
dipinjamkan kepada debitor berasal atau bersumber dari masyarakat yang
disimpan pada bank itu sehingga risiko tersebut sangat berpengaruh atas
kepercayaan masyarakat kepada bank yang sekaligus kepada keamanan dana
masyarakat tersebut.
Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja
mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko
tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang
diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh
bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit,
bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan,
modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Apabila unsur-unsur yang
ada telah dapat meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur maka jaminan
cukup hanya berupa jaminan pokok saja dan bank tidak wajib meminta
jaminan tambahan.
Jaminan pokok yang dimaksud dalam pemberian
kredit tersebut adalah jaminan yang berupa sesuatu atau benda yang
berkaitan langsung dengan kredit yang dimohon. Sesuatu yang dimaksud di
sini adalah proyek atau prospek usaha yang dibiayai dengan kredit yang
dimohon, sementara itu yang dimaksud benda di sini adalah benda yang
dibiayai atau dibeli dengan kredit yang dimohon. Jenis tambahan yang
dimaksud adalah jaminan yang tidak bersangkutan langsung dengan kredit
yang dimohon. Jaminan ini berupa jaminan kebendaan yang objeknya adalah
benda milik debitur maupun perorangan, yaitu kesanggupan pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban debitur.
Kita mengenal dua jenis hak
jaminan kredit dalam praktik di masyarakat, yaitu:
1. Hak-hak
jaminan kredit perorangan (personal guarantly), yaitu jaminan sesorang
pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-
kewajiban debitur. Termasuk dalam golongan ini antara lain “borg” yaitu
pihak ketiga yang menjamin bahwa hutang orang lain pasti dibayar;
2.
Hak-hak jaminan kredit kebendaan (persoonlijke en zakelijke zekerheid),
yaitu jaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun
antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban debitur. Termasuk golongan ini apabila yang
bersangkutan didahulukan terhadap kreditur-kreditur lainnya dalam hal
pembagian penjualan hasil harta benda debitur, meliputi: previlege (hak
istimewa), gadai, dan hipotek.
Praktik jaminan yang sering
digunakan pada perbankan Indonesia, adalah jaminan kebendaan yang
meliputi:
1. Hipotek, yaitu suatu hak kebendaan atas benda-benda
tidak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan
suatu perikatan (pasal 1162 KUH Perdata);
2. Credietverband,
yaitu suatu jaminan atas tanah berdasarkan Koninklijk Besluit (KB)
tanggal 6 Juli Tahun 1908 No. 50 (Stbl 1908 No. 542);
3. Fiducia
(fiduciare eigendomsoverdracht), yaitu pemindahan milik secara
kepercayaan.
Lembaga jaminan Hak Tanggungan digunakan untuk
mengikat objek jaminan utang yang berupa tanah atau benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang bersangkutan. Dengan berlakunya
Undang-undang Hak Tanggungan Tahun 1996, maka hipotek yang diatur oleh
KUH Perdata dan credietverband yang sebelumnya digunakan untuk mengikat
tanah sebagai jaminan hutang, untuk selanjutnya sudah tidak dapat
digunakan oleh masyaraat untuk mengikat tanah. Pengikatan objek jaminan
hutang berupa tanah sepenuhnya dilakukan melalui lembaga jaminan Hak
Tanggungan.
Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, yang untuk selanjutnya disebut UUHT memberikan definisi “Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah”,
yang selanjutnya disebut “Hak Tanggungan”, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT sebagai berikut “Hak Tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain.”
Adanya aturan hukum mengenai pelaksanaan
pembebanan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bertujuan untuk
memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak dalam
memanfaatkan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
sebagai jaminan kredit. Untuk itu, praktik pengikatan kredit dengan
jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan perbankan hendaknya dapat pula
dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diatur dalam UUHT. Dari hal
tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan di lingkungan
perbankan, khususnya bagi masyarakat kecil yang membutuhkan modal yang
tidak terlalu besar, beserta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak Tanggungan dalam
praktik.
Untuk mengetahui lebih lanjut hal-hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dan
hambatan-hambatan yang dihadapi dalam praktik maka penulis mengadakan
penelitian dengan judul: “Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan
Hak Tanggungan pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan
Kredit Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang ”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar